Sebuah laporan baru mengungkapkan fakta mencengangkan mengenai para pekerja dari generasi Z. Survei tersebut menunjukkan bahwa enam dari sepuluh perusahaan telah memecat fresh graduate yang baru saja mereka rekrut pada tahun ini, sebuah angka yang jelas mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh generasi muda dalam menyesuaikan diri dengan dunia kerja.
Dalam laporan itu, sejumlah faktor yang menyebabkan pemecatan tersebut diidentifikasi, termasuk rendahnya motivasi, kurangnya profesionalisme, dan keterampilan komunikasi yang buruk. Menurut Huy Nguyen, Kepala Penasihat Pendidikan dan Pengembangan Karier, banyak lulusan baru yang mengalami kesulitan dalam beradaptasi, karena lingkungan kerja yang sangat berbeda dengan kehidupan akademis mereka.
Kedatangan ke dunia kerja seringkali membuat banyak lulusan terkejut, terutama dengan suasana yang tidak selalu terstruktur dan dinamika budaya perusahaan yang harus mereka hadapi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi mereka, yang sering kali tidak memiliki pengalaman dalam bekerja secara mandiri sebelum terjun ke dunia profesional.
Sebuah survei lain juga menunjukkan bahwa banyak Gen Z yang masih bergantung pada dukungan orang tua saat mencari pekerjaan. Lebih dari 70 persen responden mengaku meminta bantuan orang tua dalam proses pencarian kerja, bahkan 25 persen dari mereka membawa orang tua saat wawancara kerja.
Beberapa dari mereka bahkan meminta orang tua untuk membantu mengirimkan lamaran atau bahkan menulis resume. Ketergantungan semacam ini memunculkan pertanyaan tentang kemandirian generasi muda dan kemampuan mereka untuk mengambil inisiatif dalam mencari peluang pekerjaan.
Berikut adalah alasan utama yang membuat perusahaan memutuskan untuk memecat karyawan Gen Z:…
1. Kurangnya motivasi atau inisiatif (50 persen)
2. Kurangnya profesionalisme (46 persen)
3. Keterampilan organisasi yang buruk (42 persen)
4. Keterampilan komunikasi yang lemah (39 persen)
5. Kesulitan menerima masukan (38 persen)
6. Kurangnya pengalaman kerja yang relevan (38 persen)
7. Keterampilan pemecahan masalah yang rendah (34 persen)
8. Keterampilan teknis yang tidak memadai (31 persen)
9. Ketidakcocokan budaya kerja (31 persen)
10. Kesulitan bekerja dalam tim (30 persen)
Pantauan terhadap fenomena Gen Z ini juga mencakup kemudahan mereka untuk mengambil keputusan mundur dari pekerjaan. Belum lama ini, perhatian publik tertuju pada dua karyawan Gen Z di Malaysia yang mengundurkan diri hanya dalam dua hari setelah mulai bekerja.
Pengalaman ini dibagikan oleh seorang pengusaha di media sosial, di mana ia menerima surat pengunduran diri dari dua staf muda tersebut setelah mereka mengambil cuti sakit. Menurut pengusaha tersebut, surat pengunduran diri tersebut ditulis tangan dan mencakup satu paragraf yang menjelaskan alasan mereka mundur.
Dalam salah satu suratnya, seorang karyawan menyebutkan bahwa mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan cuaca dan biaya hidup. Hal ini menciptakan gambaran jelas tentang tantangan yang dihadapi oleh generasi muda dalam mengarungi dunia kerja.
Memberdayakan Gen Z melalui Pendidikan dan Pelatihan
Untuk mengatasi situasi ini, penting bagi institusi pendidikan untuk berkolaborasi dengan dunia industri. Dengan menciptakan program pelatihan yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar, mereka dapat mempersiapkan lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan di tempat kerja.
Pendidikan yang lebih berorientasi pada praktik, tidak hanya teori, juga bisa membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan. Ini mencakup keterampilan komunikasi, kepemimpinan, dan kemampuan beradaptasi yang sangat diperlukan dalam lingkungan kerja yang dinamis.
Berkolaborasi dengan perusahaan untuk menyediakan magang atau pengalaman kerja selama kuliah juga dapat menjadi solusi. Dengan cara ini, mahasiswa akan mendapatkan gambaran nyata tentang dunia kerja serta tantangan yang akan mereka hadapi setelah lulus.
Penting juga untuk memberikan dukungan psikologis kepada para mahasiswa, agar mereka dapat lebih siap menghadapi tekanan dunia kerja. Konseling karier dan pelatihan pengembangan diri dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan inisiatif mereka dalam mencari pekerjaan.
Inovasi dalam metode pembelajaran yang interaktif dan terapan juga harus diterapkan. Dengan pendekatan ini, para mahasiswa akan lebih mudah memahami relevansi dari apa yang mereka pelajari dengan situasi nyata di dunia kerja.
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Inklusif dan Mendukung
Perusahaan juga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung bagi karyawan Gen Z. Dengan memberikan pelatihan dan bimbingan yang sesuai, perusahaan bisa membantu generasi muda ini untuk berkembang dan beradaptasi dengan lebih baik.
Mentoring dari karyawan senior dapat menjadi salah satu cara untuk membimbing karyawan Gen Z. Ini tidak hanya membantu mereka dalam pengembangan karier, tetapi juga menciptakan hubungan yang harmonis antar generasi di tempat kerja.
Fleksibilitas dalam waktu dan tempat kerja juga menjadi faktor penting yang memengaruhi kenyamanan karyawan Gen Z. Dengan memberikan opsi kerja yang fleksibel, perusahaan dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan produktivitas mereka.
Implementasi budaya perusahaan yang terbuka untuk dialog dan umpan balik sangat penting. Dengan mendengarkan suara karyawan, manajemen dapat lebih memahami kebutuhan mereka dan menciptakan kebijakan yang lebih sesuai dengan harapan dan nilai-nilai generasi muda.
Terakhir, memberikan penghargaan atas prestasi dan kontribusi karyawan dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan mereka dalam pekerjaan. Dengan cara ini, perusahaan tidak hanya mempertahankan karyawan, tetapi juga membantu mereka tumbuh bersama organisasi.
Mencari Solusi Bersama untuk Mempersiapkan Masa Depan
Kombinasi antara perubahan dalam sistem pendidikan dan adaptasi di dunia kerja sangat penting untuk mempersiapkan generasi mendatang. Pihak akademis dan industri harus bersatu untuk memahami tantangan yang ada dan mencari solusi yang saling menguntungkan.
Melalui kolaborasi ini, diharapkan bisa dihasilkan lulusan yang lebih siap dan kompeten. Mereka tidak hanya mendapatkan pengetahuan akademik, tetapi juga pengalaman praktis yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Dengan demikian, fenomena pemecatan karyawan Gen Z dapat diminimalkan, dan mereka akan mampu berkontribusi secara efektif dalam dunia kerja. Transformasi ini membutuhkan waktu, tetapi dengan usaha dan kemitraan yang tepat, masa depan karyawan Gen Z bisa lebih cerah.
Penting bagi semua pihak untuk bersama-sama menemukan cara agar generasi muda kita mampu berkompetisi dan beradaptasi di dunia kerja. Dengan memandang tantangan sebagai kesempatan, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan produktif bagi semua generasi.